Sabtu, 29 Oktober 2011

cerpen penyejuk hati


SENYUM TERAKHIR AYAH

Setelah 3 tahun menuntut ilmu di SMA, memberi warna tersendiri dalam hati. Khairul Ilyas mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya.
            “Bapak ucapkan selamat pada ananda kita Khairul Ilyas, karena mendapatkan nilai tertinggi. Kepada ananda  Ilyas kami persilahkan menaiki pangung.” Ucap Bapak kepala sekolah.
            “Wah jagoan ayah hebat sekali, ayah bangga padamu nak.”  Ucap ayah dirumah
            “Terima kasih yah, ini semua berkat doa, bimbingan, dan semangat yang luar biasa sari ayah dan bunda. Ilyas beruntung dititipkan  Allah pada kedua orang tua yang benar-benar Ilyas kagumi.
            “Ayah juga berterima kasih pada Allah karna telah di titipkan seorang anak yang dapat membawa ayah dan bunda ke surga.”
            Sejak itu aku berjanji pada diriku sendiri tidak akan mengecewakan kedua orang tua ku.
            “Yah, Ilyas kan sebentar lagi kuliah. Ilyas kuliah diman ya yah? Ilyas bingung.”
            “kenapa bingung yas?”
            “terlalu bayak universitas yah, jadi ilyas bingung. Hehehe”
            “ilyas anakku, apapun pilihan kamu, ayah dan bunda akan mendukung. Carilah universitas yang sesuai dengan kepribadianmu.”
            “iyah yah, ilyas akan mencoba mencari di internet.”
            Tiba saatnya aku memasuki masa perkuliahan. Aku ingin sekali bersekolah di Universitas terkenal dan berkualitas di luar negeri. Hingga aku mencari-cari daftar Universitas di internet, hingga ku temukan satu universitas yang sangat cocok dengan ku, yaitu Universitas Islam tertua di dunia, Universitas Al-Azhar di Mesir, Kairo.
            Tiap hari aku belajar bersungguh-sungguh dan tak lupa berdoa kepada Yang Maha Kuasa, yang dapat memberikan keajaiban bagi hambanya yang bersungguh-sungguh.
            Saat sedang sarapan pagi. “yah, bunda, besok ilyas akan mengikuti test beasiswa ke Al-Azhar di kairo. Doai Ilyas ya yah, bunda.”
            “Iya sayang, bunda dan ayah akan mendoakan kamu. Semoga kamu diberikan yang terbaik.” Bahas ibu.
            “Makasih bunda.”
            “iya ilyas, ibumu benar. Berusaha dan berdoa. Dan kamu akan diberikan yang terbaik.” Sahut ayah.
            “Makasih yah, Ilyas selalu bersemangat jika diberi dukungan dari oranr-orang terkasih seperti ayah dan bunda. Ilyas janji akan berusaha dengan cara belajar sungguh-sungguh.”
            Hari yang aku tunggu-tunggu itupun datang. Aku mengikuti tes beasiswa ke Al-Azhar. Dengan harapan apapun yang terjadi adalah pilihan dari Allah. Aku menyelesaikan semua test dengan tenang dan Alhamdulillah lancar. Aku tinggal menunggu hasilnya, semoga memuaskan.
            “Bagaimana test beasiswanya yas??” Tanya bunda
            “Alhamdulillah lancer bu, tapi Ilyas iklas menerima hasilya kelak.”
            “semangat ya sayang, anak bunda pasti bisa mandapatkan beasiswa itu.”
            “Hehehe, makasih bunda. Semoga Ilyas bisa mendapatkannya. Sekolah di Al-azhar adalah cita-cita Ilyas.”
            Kami selalu sholat berjama’ah. Aku dan ibu makmum sedangkan ayah adalah imamnya. Ayah memang benar-benar menggayomi, melindungi, membimbing kami ke surga. Saat mendengar ayah mengaji, aku selalu mengeluarkan air mata sunguh suaranya benar-benar indah. Begitu juga dengan bunda. Bunda seorang wanita sholehah yang lembut dan penuh kasih. Beruntung sekali dititipkan pada orang-orang yang berada dijalan Allah.
            Saat sarapan pagi, seperti biasa. Bunda memasak ikan. Ikan adalah makanan yang kurang aku sukai. “Ilyas, kenapa Ikannya ga kamu makan? Kenapa kamu bungkus, kamu mau bawa nasi?” Tanya ayah.
            “nggak kok yah, Ilyas kan Nggak suka makan ikan ntar ilyas mau bawain buat teman Ilyas.”
            “Eh, kok gitu? Ilyas, kita tidak boleh memberikan sesuatu yang tidak kita sukai kepada orang lain. Dulu Rassulullah pernah diberi buah jeruk oleh sahabatnya. Dan pada saat itu Rassulullah mencicipinya. Para sahabat Rassul heran, kok Rasullullah tidak member pada yang lain. Ayo coba, kenapa?”
            “Jeruknya Cuma satu yah.”
            “hmm… salah, karena Jeruk itu masam. Jadi Rasullullah tidak tega untuk memberi pada yang lain.”
            “Ohh begitu ya yah. Berarti Ilyas jahat ya yah.”
            “tidak sayang, kamu anak ayah yang sangat baik. Untuk itu, kita tidak boleh memberi Sesuatu yang kita tidak sukai atau tidak enak kepada orang lain.”
            “iya ayah, sekarang Ilyas mengerti. Sekarang Ilyas akan mencoba makan ikan, agar semua makanan jadi terasa enak. Heheh
            “anak ayah ini, bisa saja. Yasudah cepat makan.”
            Ayah mengajarkanku banyak hal. Dia selalu memberikan contoh yang baik padaku.
            “ayah pergi kerja dulu ya. Jaga bunda mu yang paling cantik ini.”
            Ayah dan ibu saling berpandang penuh cinta. Apabila seorang suami memandang istrinya dengan kasih sayang dan istrinyapun memandang dengan kasih sayang, maka Allah memandang keduanya dengan pandangan kasih sayang. Bila suami memegang telapak tangan istrinya maka dosa-dosa keduanya berguguran dari celah jari tangan keduanya.(HR. Rafi’i).
            Sorenya, telefo bordering. Kring……..kring………..kring…………….. Telefon berbunyi.
Ibu segera mengangkat telefon. Betapa kagetnya ibu, ternyata yang menelfon adalah pihak rumah sakit, karena ayah pingsan di jalan. Sesegera mungkin aku dan ibu ke rumah sakit. Ternyata ayah menderita kanker hati stadium 4. Ternyata selama ini ayah menderita kanker dan ayah menutupinya Karena tak ingin membuat kami cemas. Aku hanya bisa berdoa untuk kesembuhan ayah. Ayah adalah segalanya bagiku. Aku tak ingin sesuatu yang buruk menimpa ayah.
            Dalam sholatnya, ku lihat bunda selalu menyebut nama ayah dan menangis.
            “Bu, ini adalah ujian dari Allah. Percayalah, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita.”
            Bunda tak membalas ucapan ku, tapi ia hanya memelukku. Dari pelukan bunda, aku tau bahwa bunda takut kehilangan ayah. Bunda adalah seorang wanita lembut dan penuh kasih. Dia tidak akan tenang melihat orang yang paling dia sayangi terkulai lemah dirumah sakit.
            “yah, bagaimana keadaannya? Tanyaku pada ayah yang sedang tergulai lemah.
            “Tenang saja yas, ayah baik-baik saja.”
            Aku hanya terseyum pada ayah. Bagaimana tidak, ayah yang sedang menahan rasa sakit yang luar biasa, malah berkata dia tidak apa-apa dan baik-baik saja.
            “yas, ayah ingin sekali meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.” Ucap ayah sambil tersenyum padaku.
            “Ayah adalah orang yang sangat baik, dan Allah akan memberikan cara tersendiri yah. Ilyas percaya itu.”
            “ oh, iya.bagaimana dengan test baeasiswamu nak?”
            “Alhamdulilah lancer yah. Ilyas tinggal menunggu hasil. Seminggu lagi adalah pengumumannya yah. Semoga Ilyas bisa menuntut ilmu di negeri Mesir itu yah.”
            “Amin. Kamu adalah anak ayah yang pintar. Ayah percaya kamu akan mendapatkannya yas. Allah melihat segala usaha yang kamu lakukan”
            “Amin.” Aku dan ayah saling tersenyum.
            Seminggu setelah perbincangan itu, pengumuman beasiswa itupun keluar. aku melihat amplop dikotak surat didepan rumah, aku takut membukanya.
            Amplopnya sudah ditanganku, aku benar-benar bingung. Ingin membuka amplop itu di depan ayah dan bunda atau membuka sendiri. Aku takut kalau isinya nanti mengecewakan, jadi ku putuskan untuk membukanya sendiri. Begitu membuka amlop itu, betapa kagetnya aku, ternyata aku mendapatkan beasiswa itu. Aku langsung sujud syukur dan berterimah kasih pada Allah SWT. Aku akan tinggal di Jakarta dan di asrama selama 1 tahun untuk pelatihan. Aku segera berlari kerumah sakit untuk member tahu hal itu kepada ayah dan bunda.
            “Assalamua’laikum ayah, bunda.”
            “Waalaikumsalam, anak ku. Kenapa kamu begitu terburu-buru?”
            Sewaktu aku ingin mengatakan bahwa aku mendapatkan beasiswa itu, adzan magrib pun tiba. Dan aku putuskan untuk selesai sholat, baru mengatakan kepada ayah dan bunda.
            “Alhamdulillah sudah adzan, ayo kita sholat berjama’ah yas.”
            “Ayah tidak berbaring saja sholatnya, badan ayah kan masih lemah.” Ucap bunda yang lagi tidak sholat.
            “Tenang saja bu, ayah baik-baik saja” Dan lagi ayah memperlihatkan senyuman indahnya.
            “Ayah yakin?” tanyaku.
            “Ayo, anakku. Jangan lama-lama ntar waktunya keburu habis.
            Kami pun mulai berjama’ah. Cara ayah membaca ayat-ayat Allah sungguh indah, nada memohon kepada Allah. Lembut dan jelas. Tiba saat sedang sujud, aku heran kenapa ayah lama sekali. Dan aku tersentak, tapi aku tetap menyelesaikan sholat.
            Setelah sholat, ku dekati tubuh ayah yang pucat, dingin dan kaku. Aku periksa nafas, denyut nadi dan denyut jantung ayah. Innalillahiwainailaihiroji’un. Ayah meninggal, ku peluk ayah tuk terakhir kalinya. Ku keluarkan amplop dari saku yang ingin ku beritahukan tadi pada ayah. Tanpa sadar air mataku menetes tak henti, sampai leherku sakit menahan tangis.
            “Ayah, Ilyas mendapatkan beasiswa itu yah. Ilyas hebat yah” ucapku sambil terus memeluk ayah.
            “Yah… Ayah…. Ayah…” saat itu sangat terasa bahwa itu adalah panggilan terakhir untuk ayah.
            Kulihat wajah ayah, berseri-seri, tersenyum indah. Ayah selalu memberikan senyum indah penuh keikhlasan. Sehingga memberi kedamaian bagi yang melihat senyum ayah. Saat itu aku berterima kasih pada Allah karena telah dititipkan pada seorang lelaki seperti ayah.
Aku yang akan menjadi iman untuk menyolatkan jenazah ayah. Dibarisan makmumah, ku lihat ibu tak hentinya meneteskan air mata dan tersenyum padaku.
Aku ingin membuat ayah bangga padaku. Dia mengajarkan banyak hal padaku.
Setelah menyolatkan dan mengubur jasad ayah. Aku hanya terdiam. Tak tega ku lihat ibu sendirian, dan ku putuskan untuk menolak beasiswa itu.
“Jangan, sayang. Kamu harus tetap berangkat. Itu adalah cita-citamu. Kalo ayah masih hidup, ayah tidak akan suka melihat Ilyas yang seperti ini. Pergilah sayang. Bunda disini baik-baik saja.” Ucap bunda
“Tapi bunda?”
“Pergilah sayang, percayalah pada ibu.”
“Iya bu, Ilyas akan mengikuti beasiswa itu. sebelum Ilyas pergi, maukah ibu sholat berjama’ah sama Ilyas?”
Ibu memelukku erat dan berkata. “ayahmu sangat bangga memiliki anak sepertimu. Ayo nak kita Sholat.
Dalam doaku, aku meminta pada Allah.
“Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ampunilah segala kesalahan dan dosa ayah ku. Lapangkanlah kuburnya dan terimalah amal kebaikannya. Jadikanlah tetes air mataku ini sebagai bukti kasih sayangnya menanamkan cinta dan kasih kepada-Mu. Ya Allah, berikanlah tempat yang terbaik bagi ayahku. Amin.”
Setelah selesai holat berjama’ah, Aku tidak bisa berkata, bagaimana aku bisa meninggalkan bunda sendirian dirumah. Tapi ini semua demi mereka. Kedua orang yang sangat aku cinta, ayah dan bunda. Aku berjanji pada diriku untuk tidak mengecewakan alm. Ayah.
Dan akhirnya aku berangkat ke Kairo, Mesir.









                                                                                               
                                                                                                            Karya: Rila Riskirana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar